Profil Bangsa: Badui

PROFIL BANGSA: BADUI, INDONESIA


Pendahuluan/Sejarah

Daerah perbukitan Jawa Barat sebagian besar dihuni oleh kaum Muslim suku Sunda, namun daerah yang terletak di sektor barat dihuni oleh suku Badui — suatu komunitas Sunda purba yang masih tersisa, yang menggunakan dialek Sunda kuno. Suku Badui sengaja mengisolasi diri mereka di daerah pegunungan, ketika mayoritas penduduk pulau Jawa menjadi pemeluk agama Islam. Mereka telah mempertahankan kasta sebagai sistem stratifikasi sosial yang kental. Keturunannya ditandai melalui kedua orang tua mereka, namun keluarga asalnya tidak sekuat seperti pada kalangan etnis utama suku Jawa. Bentuk atau corak desa terdiri dari lebih kurang 35 kelompok kecil, yang terdiri dari rumah-rumah penduduk yang tersebar di sekitar lahan padi gagarancah, yang digarap secara musiman dan berpindah-pindah. Terdapat tiga desa yang tetap terisolasi sama sekali dari kontak-kontak dengan suku non-Badui. Orang Badui yang mengenakan busana hitam, berbicara dengan pihak luar; namun mereka yang mengenakan sarung putih, harus tetap mempertahankan isolasi secara ketat. Pemerintah telah berupaya untuk mendidik mereka dan telah membawa suatu perubahan gaya hidup bagi mereka. Namun, sebagian besar di antara mereka menolak bantuan ini, dan sebagai akibatnya mereka tetap buta aksara dan primitif. Suku Badui memiliki reputasi sebagai orang-orang yang gemar menggunakan ilmu hitam. Banyak orang yang takut karena kemampuan mereka untuk meramalkan masa depan dan menjampi musuh-musuh mereka.

Karena keterbelakangan mereka, mereka telah menolak untuk mendidik anak-cucu mereka pada sekolah-sekolah umum. Pemerintah juga tidak menyelenggarakan pendidikan, akibatnya mereka tetap buta huruf dan primitif. Menurut berita, para pria Badui diizinkan untuk menumpang kereta api secara gratis. Pria-pria mengenakan kemeja biru tua atau hitam dan sarung, serta melilitkan rambut mereka yang panjangnya sepinggang dengan kain hitam pada kepala mereka. Memotret mereka adalah suatu tindakan yang tabu.

Spring 2011 Scripture Celebration

Spring 2011 Scripture Celebration: ”

By Angela Nelson

Wycliffe celebrated twenty-eight newly translated Scriptures today at the Orlando headquarters. These Bibles came from all over the world—places like Peru, Cameroon, Ghana, Indonesia, and Papua New Guinea.

The celebration included special music from Latin Grammy Nominee Lucia Parker, performances from the First Baptist Orlando Rejoice Dancers, and a parade of brightly dressed people carrying flags and Bibles. One lady carried a Bible on behalf of her father, who had been praying for that people group since 1982.

There was lots of rejoicing and thanking God for these translated Scriptures, but the celebration today was nothing compared to the prior celebrations that each of these language groups had when they received God’s Word for the first time. A video showed the depth of emotion the people from one Indonesian language expressed when their new Bible arrived by plane for the first time. A pastor passionately thanked God for getting to see God’s Word in his lifetime—just as Simeon was promised that he would see the Christ child before he died.

A Language is capable?

Any language is capable of transmitting the message of the gospel, and as these same truths are expressed and take root in a new culture, they will reveal something new about Jesus as the message is ’embodied’ in that culture.
(Sue, a Bible translator in Madagascar, with Wycliffe UK).